Perencanaan Matang adalah Kuncinya

BERGULIRNYA otonomi daerah yang diikuti dengan pembentukan daerah-daerah baru tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik di daerah baru.

Berdasarkan riset Evaluasi Dampak Pemekaran Bappenas (2008), selama kurun 2001- 2007 mayoritas daerah otonom baru yang dijadikan sampel penelitian memiliki PDRB lebih rendah dibanding daerah induk. Bappenas baru-baru ini juga melaporkan bahwa selama kurun 1999-2009 sebanyak 60% daerah hasil pemekaran wilayah memiliki kinerja rendah.Artinya, terdapat sekitar 123 daerah dari sekitar 200 daerah hasil pemekaran yang memiliki performa di bawah ratarata.

Dari segi pelayanan publik, tidak semua daerah otonom baru mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara maksimal. Hal tersebut terlihat dari sejumlah indikator seperti rendahnya daya tampung sekolah dan kurangnya fasilitas kesehatan di daerah bersangkutan.Di beberapa kasus, diketahui bahwa warga di daerah otonom ternyata masih banyak yang memilih untuk mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan di daerah induk. Rendahnya kapasitas ekonomi dan sosial di daerah baru disebabkan beberapa faktor.

Pertama, rendahnya kualitas sumber daya manusia di daerah bersangkutan.Masih banyak daerah pemekaran yang belum memiliki tenaga profesional yang memadai, baik karena kekurangan tenaga terampil juga karena jaminan kerja di daerah induk dianggap lebih menjanjikan. Kedua, sebagai implikasi rendahnya SDM, daya saing daerah bersangkutan rendah dan berpengaruh terhadap kinerja industri. Ketiga, manajemen birokrasi masih lemah dan berbelit-belit. Hal ini kemudian menghambat terbentuknya iklim investasi yang ramah bagi investor.

Apalagi pelayanan birokrasi dan penyusunan perda- perda investasi dan fiskal kerap tidak sinkron dengan pemerintah pusat. Akibatnya, substansi pelayanan publik yang diharapkan menjadi terabaikan serta membuka peluang terjadinya politik transaksional antara pejabat dengan pelaku ekonomi daerah.

Belajar dari Daerah Lain

Karena itu, momentum pemerintahan baru periode 2009-2014 ini harus dijadikan tonggak kebangkitan otonomi daerah. Daerah- daerah otonom yang telah sukses membangun daerahnya diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya.

Sementara, bagi daerah yang sedang disorot karena masih mendapat rapor merah harus segara berbenah dengan cara merevitalisasi perencanaan perekonomiannya. Jika tidak, daerah tersebut siap-siap diresentralisasi alias dikembalikan ke daerah induknya. Untuk itu,ada baiknya jika daerah- daerah yang berada di zona tidak aman itu mencontoh daerahdaerah yang sukses.

Salah satu daerah otonom baru yang boleh dikatakan berhasil mencapai target pemekaran misalnya Provinsi Gorontalo. Resmi didirikan pada 16 Februari 2001 melalui melalui UU No 38/2000,Gorontalo merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi dengan enam daerah otonom ini terkenal dengan potensi ekonomi agrobisnisnya, terutama tanaman jagung. Sejak awal,pengembangan potensi agrobisnis telah dijadikan obyek utama dalam perencanaan ekonomi provinsi.

Hal itu kemudian ditunjang dengan pembangunan berbagai infrastruktur perekonomian seperti pelabuhan atau perbaikan jalan. Sebelum dimekarkan, para pengusaha agrobisnis kesulitan untuk memasarkan produk- produknya karena pelabuhan terdekat terdapat di Sulawesi Utara sehingga memakan costyang besar. Manajemen perencanaan terstruktur dan terencana itu kemudian membuahkan hasil. Gorontalo merupakan satu dari sekian daerah otonom baru hasil pemekaran yang mencatat tren pertumbuhan positif setiap tahunnya.Ketika dimekarkan pada 2001, pertumbuhan ekonomi Gorontalo sebesar 5,4%.

Pada 2004, pertumbuhan ekonomi Gorontalo naik menjadi 6,9% dan dipertahankan dengan rata-rata 6,5% per tahun. Pada 2007, PDRB Provinsi Gorontalo mencapai Rp4,7 triliun. Hal itu kemudian berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan di daerah yang dikenal sebagai “Provinsi Jagung” itu. Sebelum dimekarkan, hampir 50% warga Gorontalo tergolong penduduk miskin.

Namun,menurut data BPS angka tersebut saat ini dapat ditekan hingga separuhnya. Sementara, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Gorontalo naik dari 65,4 pada 2004 menjadi 68,8 pada 2007.

0 komentar:

akatsuki member

akatsuki member
for the akatsuki lover

Cari Blog Ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More